Betapa Kejam dan Konyolnya Fitnah Bambang Tri Terhadap Jokowi, Modalnya Cuma Asumsi
SuaraNetizen.com, Jakarta - Mari kita ikuti ilustrasi berikut. Seseorang yang tidak Anda kenal siapa dan dari mana tiba-tiba menyerang dengan kalimat berikut: "Kamu anak haram, ibumu bukan ibumu yang sebetulnya." Wajar kalau reaksi Anda adalah marah. Tapi dia sudah menyiapkan jawaban: "Jangan marah ke saya dong, kalau tidak terima ya tes DNA saja."
Sudah membuat Anda tersinggung, dia juga seenaknya menyuruh Anda ke laboratorium. Sudah dia yang memfitnah, tapi justru Anda yang disuruh membuktikan.
Adakah orang seperti itu di dunia nyata?
Jawabannya Ada, dan dia adalah Bambang Tri Mulyono, penulis buku "Jokowi Undercover". Dan seperti judul bukunya, sasaran tembak dia adalah orang nomor satu di negeri ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam buku tersebut secara garis besar Bambang menyebutkan bahwa Ibunda Jokowi, Sudjiatmi Notomihardjo, bukan ibu dia yang sebenarnya. Jokowi adalah anak Mrs. X yang diyakini keturunan Tionghoa, dan dengan demikian mengalir darah komunis di tubuhnya, begitu kurang lebih yang ingin dikatakan Bambang dalam bukunya itu.
Sulit untuk mengatakan isi buku ini bukan fitnah, karena di dalamnya tidak ada dokumen otentik atau pembuktian ilmiah, hampir seluruhnya berisi pendapat dan persepsi dia pribadi.
Kalau pun dibuat seperti ada wawancara, kebanyakan adalah yang dia sebut teman, sumber, kenalan, saksi, dan lain-lain yang sulit diverifikasi karena tidak ada namanya.
Yang dia sebut bukti atau petunjuk tak lebih dari foto-foto editan amatir dan kabur gambarnya, dengan diagram atau tanda panah atau lingkaran highlight yang tampaknya sengaja dibuat supaya kelihatan ilmiah.
Bambang dipastikan tidak pernah ada hubungan kerabat, kerja, pertemanan atau pertetanggaan dengan Jokowi. Artinya, sulit dipercaya kalau dia mendapat informasi langsung tentang silsilah keluarga Jokowi.
Dan seperti ilustrasi di atas, dia justru menantang Jokowi untuk tes DNA membuktikan tuduhan yang dia buat.
Sebelum Anda membuang uang untuk membeli bukunya, atau membuang waktu membaca lebih dari 400 halaman buku itu, mungkin perlu disimak beberapa cuplikan dari begtu banyak kekonyolan tuduhan Bambang.
Misalnya, penulis "memaksa" pembacanya untuk meyakini bahwa dua wanita dalam foto ini adalah orang yang sama.
Yang kiri adalah seorang wanita yang disebutkan hadir dalam pesta tunangan Jokowi, yang kanan disebut penulis sebagai Sulami, mantan wakil ketua sayap perempuan Partai Komunis Indonesia (PKI) -- Gerwani.
Kedua foto itu adalah orang yang sama, karena "struktur wajahnya persis", tulis Bambang, tak lupa diberi coretan dan tulisan Bahasa Inggris "before" dan "after" supaya terlihat ilmiah.
Apa yang memberi karakteristik khusus bagi dua foto itu kalau jutaan wanita Indonesia punya struktur wajah bulat telur seperti mereka juga?
Bagaimana pembaca bisa percaya struktur wajah dua wanita itu sama, kalau kualitas gambarnya begitu buram, yang satu setengah badan, yang satu closeup? Yang satu tanpa ekspresi, yang satu tersenyum?
Bagaimana meyakini persamaan orang itu kalau foto yang dipilih mungkin terpaut 20 tahun umurnya?
Seandainya tebakan Bambang benar bahwa foto di kiri adalah eks tokoh Gerwani, lalu kenapa? Apakah kehadiran seorang tokoh Gerwani otomatis membuat Jokowi PKI? Apakah eks PKI tidak boleh menghadiri kondangan?
Bambang juga mengajukan teori "kacau" bahwa Jokowi keturunan Tionghoa karena gagang kacamatanya. Di akun Facebook, dia memasang sebuah foto yang disebutnya Jokowi muda ketika tunangan 1986. Menurut Bambang foto itu dimodifikasi dengan memasang gambar kacamata palsu untuk menyembunyikan "Chinese look" atau tampang Chinanya.
Kalau kacamata itu asli, pasti sebagian tekukan gagang akan tertutup daun telinga atau rambut Jokowi, analisis Bambang. Dan seperti biasa agar terlihat ilmiah diberihihglight lingkaran merah dan foto pembanding.
Pertanyaannya, kalau dulu Jokowi sampai begitu repot mengedit foto kacamata palsu, kenapa sekarang begitu santainya keliling Indonesia dan dunia tanpa kacamata? Apakah "tampang Chinese" Jokowi hanya berlaku di masa muda, dan hilang setelah makin berumur?
Apakah mereka yang kurang mantap memasang kacamata hingga gagangnya kelihatan berarti keturunan Tionghoa juga? Kalau benar memakai kacamata, di mana salah Jokowi muda?
Kenapa Jokowi atau para pendukungnya harus repot-repot mengedit foto berkacamata supaya tak mudah dikenali, kalau semua orang di dunia bisa dengan jelas melihat wajah Jokowi di YouTube atau Google?
Kacau memang teori gagang kacamata ini. Tapi boleh percaya boleh tidak, ada juga yang memuji "analisis ilmiah" Bambang ini.
"Mantap. Cocoknya jadi intelijen internasional sangat sangat detail mengungkap fakta," tulis pemilik akun Aan Ramdhani mengomentari foto itu di Facebook.
Seperti pepatah, fitnah memang kejam, dan akan terasa lebih keji bagi korbannya kalau Ibunda terkasih disangkut-pautkan. (Beritasatu)
Komentar
Posting Komentar