Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 dan Misteri Pencetus Nama Pancasila
SuaraNetizen.com - Pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidatonya yang bersejarah dalam rapat besar Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pidato ini mendapat sambutan luar biasa dan akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila yang disepakati bersama menjadi dasar negara. Di tanggal itu pula lah, bangsa Indonesia kini memperingati hari lahirnya Pancasila.
Penggunaan kata "Pancasila" dikenalkan pertama kali secara luas oleh Bung Karno dalam pidato itu.
Dia menjelaskan panjang lebar soal perlunya Indonesia memiliki sebuah pedoman hidup berbangsa dan bernegara seperti yang dimiliki negara lain setelah merdeka.
Ada lima butir konsep yang ditawarkan Bung Karno saat itu, yakni kebangsaan Indonesia, internasionalisne atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Seperti dikutip dalam buku "Lahirnya Pancasila, Kumpulan Pidato BPUPKI", Bung Karno menolak sistem monarki yang mewariskan kekuasaan berdasarkan garis keturunan. Dia percaya, demokrasi adalah sistem terbaik dan sesuai dengan ajaran agama Islam.
"Saya tidak akan memilih monarki 'vooronderstelt erfelijkheid' - turun temurun. Saya orang Islam, saya demokrat, karena saya orang Islam saya menghendaki mufakat. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara baik khalif maupun amirul mu'minin harus dipilih oleh rakyat?"
Bung Karno juga menolak kebangsaan yang bersifat sempit seperti chauvinisme seperti yang berkembang di negata barat.
Dia menyatakan, kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan menyeluruh dari Sumateta hingga Irian, tidak ada kebangsaan Pasundan, Bugis, Minangkabau, dan lainnya. Yang ada adalah bangsa Indonesia.
Dari hasil perenungannya selama di Ende, Bung Karno juga merumuskan Pancasila dengan menyertakan unsur relijius.
Hal ini terlihat dalam prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa yang ditawarkannya sebagai dasar negara. Akan tetapi, prinsip Ketuhanan yang disampaikan Bung Karno lebih bersifat sosiologis.
Dia menghormati cara beribadah masing-masing agama yang berkembang di Indonesia. Maka dari itu, dia tidak menawarkan prinsip ketuhanan berdasarkan agama tertentu untuk memberikan keluasan kepada umat beragama di Indonesia menjalankan kepercayaannya.
"Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada 'egoisme agama'. Dan hendaknya negara Indonesia satu negara yang ber-Tuhan!" tukas Bung Karno disambut tepuk tangan hadirin.
MISTERI PENCETUS NAMA PANCASILA
Bung Karno mengaku, lima butir prinsip yang dirumuskannya diberi nama Pancasila, berdasarkan saran seorang temannya yang ahli bahasa. Hingga kini, tak diketahui pasti sosok yang dimaksud Bung Karno tersebut.
Dalam merumuskan lima butir itu, Bung Karno mengaku senang kepada segala hal berunsur simbolik, termasuk angka.
Dia mencontohkan rukun Islan, jumlah jari, panca indera, hingga toko pewayangan Pendawa Lima memiliki jumlah lima. Oleh karena itu, rumusan dasar negara dia buat dalam lima hal.
"Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi," ujar Bung Karno.
Pemikiran Bung Karno soal Pancasila dihasilkan dari proses kontemplasi selama masa pengasingan di Ende, Nusa Tenggara Barat. Di sana, Bung Karno mendalami ilmu agama lebih serius.
Tak hanya agama Islam, tetapi juga Kristen. Jiwa relijius Bung Karno inilah yang kemudian tercermin dalam pidatonya pada 1 Juni 1945.
Dia berkali-kali mengungkapkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan, namun tidak eksklusif untuk satu golongan.
Hal itu sekaligus menepis anggapan bahwa dia tidak membela kaum muslim yang saat itu memiliki kekuatan politik yang besar.
Pada suatu ketika, Bung Karno pernah berkata, "Apakah Sukarno itu? Nasionaliskah? Islamkah? Marxiskah? Pembaca-pembaca... Sukarno adalah... campuran dari semua isme-isme itu!"
Menurut Muhammad Hatta dalam tulisan "Wasiat Bung Hatta kepada Guntur Soekarno Putra" yang ditulis pada 16 Juni 1978, BPUPKI kemudian membentuk tim yang terdiri dari 9 orang untuk merumuskan kembali Pancasila yang dicetuskan Soekarno.
Adapun 9 orang itu adalah Soekarno, Muhammad Hatta, AA Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakir, Agus Salim, Ahmad Soebardjo, Wahid Hasyim, dan Muhammad Yamin.
Setelah mengalami berbagai perubahan, Pancasila akhirnya lahir dan menjadi jati diri bangsa Indonesia hingga kini. (Kompas)
Komentar
Posting Komentar