Surat Cinta untuk Kang Said: Catatan atas Seminar Sidogiri
Surat Cinta untuk Kang Said: Catatan atas Seminar Sidogiri
Sebenarnya saya bukan orang yang layak untuk memberi catatan atas seminar "Solusi Dinamika Islam Kekinian di Indonesia dan Dunia" di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur pada Ahad, 24 Januari 2016 yang lalu.
Tapi sebagai warga NU dan kebetulan juga diberi amanah menjadi bagian dari lembaga PBNU dan upaya mencegah beredarnya fitnah terhadap Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj atau Kang Said, serta kecintaan saya yang amat besar kepada organisasi yang didirikan oleh Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy'ari, maka saya terpaksa memberi catatan atas pertemuan di Sidogiri kemarin.
Setelah melihat video dialog, maka saya menyimpulkan:
Pertama, pertemuan kemarin adalah sebuah forum penuh nasihat dari para ulama dan bukanlah "pengadilan" untuk Kang Said. Tidak ada maksud sedikit pun dari para ulama untuk mengadili Kang Said, apalagi menjatuhkan beliau. Inilah tradisi NU, tradisi ulama. Tradisi saling mengingatkan, saling menasihati, tawashaw bil haq.
Kritik atau nasihat yang disampaikan ulama NU di Sidogiri kemarin kepada Kang Said bukanlah bentuk kebencian, tetapi karena rasa sayang kepada beliau. Hal ini tampak dari komentar para ulama yang penuh dengan etika dan sopan santun. Tidak ada satu pun hujatan, makian, dan kata-kata kasar kepada Kang Said pada pertemuan itu.
Hal ini berbeda dari beberapa orang yang–disebut ulama–selama ini tanpa tabayun terlebih dahulu mencaci maki, menghujat, dan mengeluarkan ujaran kebencian kepada beliau hanya karena berbeda pandangan dari Kang Said. Kritik mereka kepada Kang Said didasari oleh kebencian, bukan dilandasi oleh kasih sayang.
Kedua, menyimak jawaban-jawaban Kang Said dalam dialog tersebut, tampak adanya gap keilmuan yang teramat jauh dengan para pengkritiknya. Semua yang disampaikan Kang Said baik dalam bukunya maupun ceramah-ceramahnya yang menurut banyak orang kontroversial ternyata memiliki landasan dalil, baik dari Al-Qur’an, Sunnah, maupun aqwal ulama. Bacaan Kang Said terhadap ilmu-ilmu dan pemikiran cendekiawan-cendekiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu, baik klasik maupun kontemporer ternyata tak sebanyak yang dibaca dan dikaji oleh para pengkritiknya.
Ditambah lagi dengan cara pandang Kang Said dalam memahami teks-teks klasik tersebut amat jauh berbeda dari para pengkritiknya. Jika para pengkritiknya memahami teks-teks klasik apa adanya dan dalam konteks dimana teks itu bicara, maka Kang Said memahaminya secara kontekstual dan aktual. Pemahaman para ulama berabad-abad yang lalu beliau kembangkan dan kontekstualisasikan dengan kondisi kekinian. Inilah bedanya Kang Said dari para pengkritiknya.
Kesalahan Kang Said, kalau memang beliau harus disalahkan, menurut saya adalah Kang Said ketika menyampaikan ceramah atau menulis kadang beliau lupa bahwa dirinya adalah ketua umum PBNU. Artinya, beliau memimpin para ulama se-Indonesia yang memiliki tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Apa yang dimaksud oleh Kang Said tidak seperti yang dipahami oleh sebagian warga Nahdliyin. Sehingga muncul tuduhan-tuduhan kepada beliau, mulai dari tuduhan liberal hingga agen Syiah.
Inilah menurut saya kelebihan yang menjadi kekurangan Kang Said. "Kami ini sayang kepada Antum. Tolong jangan buat pernyataan-pernyataan kontroversial lagi, yang membingungkan umat. Maksud Antum seperti itu, tapi umat memahami tidak seperti yang Antum maksud..." demikian kurang lebih nasihat Habib Taufiq Assegaf kepada beliau.
Alhasil, kami semua cinta kepada Kang Said...
M Imaduddin, Wakil Sekretaris PP LDNU & Sekretaris PC GP Ansor Jaktim/NU Online
Komentar
Posting Komentar